Senin, 23 September 2013

Putra Luthfi Hasan Dapat Saham dari Perusahaan Minyak

  • Penulis :
  • Dian Maharani
  • Senin, 23 September 2013 | 16:46 WIB
Terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq (tengah) menjalani sidang perdananya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (24/6/2013). Luthffi diajukan ke pengadilan karena diduga terlibat dalam kasus suap kuota impor daging sapi di Kementrian Pertanian. | TRIBUNNEWS/DANY PERMANA

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq disebut mendapat saham dari perusahaan minyak PT Intim Perkasa. Namun, saham itu diatasnamakan putra Luthfi, Hudzaifah Luthfi. Hal ini diungkapkan Ahmad Maulana yang bersaksi di sidang lanjutan kasus dugaan suap pengaturan kuota impor daging sapi dan pencucian uang dengan terdakwa Ahmad Fathanah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (23/9/2013).

Ahmad yang merupakan rekan Fathanah itu mengatakan bahwa Hudzaifah mendapat 46 persen saham. Sementara itu, dirinya dan Fathanah masing-masing hanya mendapat 1 persen.

"Ada tiga orang (dapat saham), Hudzaifah Luthfi, Fathanah, dan saya. Saya Rp 100 juta, Fathanah Rp 100 juta, dan Hudzaifah saya lupa berapa, tapi nilainya lebih besar," terang Ahmad.

Menurut Ahmad, dirinyalah yang memutuskan pembagian saham tersebut. Kemudian, pemilik PT Intim Perkasa, yaitu Andi Pakurimba Sose, menyetujuinya. Pembagian saham itu lantaran Hudzaifah telah mendatangkan investor dari Korea untuk kerja sama penyimpanan minyak di Sulawesi Selatan. Namun, menurut Direktur PT Intim Perkasa Andi Revi Febrianto Sose, kerja sama itu batal terlaksana.

"Korea-nya enggak jadi. Sudah jalan, tapi waktu dana mau diturunin, Korea-nya belum siap. Akhirnya kita jalanin sendiri," terang Revi, yang juga bersaksi untuk Fathanah.

Dalam kasus ini, Fathanah didakwa melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Fathanah didakwa bersama-sama Luthfi menerima uang Rp 1,3 miliar dari PT Indoguna Utama terkait kepengurusan kuota impor daging sapi. Dia juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang dengan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membayarkan, dan membelanjakan harta kekayaan yang nilainya mencapai Rp 34 miliar dan 89.321 dollar AS. Diduga, harta tersebut berasal dari tindak pidana korupsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar